buat pengantar membaca cerpen ini, coba dengerin 2pm-without you sama Noel-The things i couldn't say, bakal lebih ngeeh deh wkwk
Genre ; FULL OF ROMANCE laah.
=happy reading♥
Langkahnya ia percepat begitu sampai di jembatan yang
terjulur ditengah-tengah danau dekat kompleks perumahannya. Ia berlari dengan
nafas terengah-engah. Sunny menghentikan langkahnya begitu tetes demi tetes air
mata sang Dewa menyentuh pipinya yang sudah terlebih dahulu dibasahi oleh air
matanya. Entah apa yang begitu mengganggu pikirannya. Suara tangisnya semakin
terdengar dengan jelas, seiring dengan suara hujan yang turun semakin deras.
Kilauan kilat yang menyambar membuat langit kehilangan kedamaiannya tak lantas
membuat Sunny mau meninggalkan tempat itu. Tubuh kecilnya terhuyung kesisi
kanan dan kiri. Ia berjalan menuju tengah-tengah jembatan, tempat dimana dulu
ia menemukan kebahagiaannya. Menemukan cinta pertamanya. "Aku..
sampai." Bruuk!
♥
"Nia, kenapa akhir-akhir ini kamu pulang sendiri terus? Mana Adit?"
♥
"Nia, kenapa akhir-akhir ini kamu pulang sendiri terus? Mana Adit?"
Nia. Nama lain Sunny.
Teman sekolahnya memanggilnya dengan Nia, diambil dari namanya Sunnia. Dan,
hanya satu orang yang ia biarkan memanggilnya dengan Sunny.
"Adit ya?" jawab Sunny datar.
"Iyalah, siapa lagi? Mana dia?" Ghea terus saja mendesak Sunny dengan pertanyaan yang sama sejak pagi tadi. Walau enggan untuk menanggapi, Sunny tetap menjawabnya, yah walaupun dengan jawaban tak jelas dan tak pasti.
"Ghea, jangan gangguin Nia terus deh. Lo nggak tahu si Adit sekarang udah punya gebetan baru?" Lontar Kiki yang tiba-tiba saja muncul. Itu dia jawabannya. Batin Sunny.
"Hah? Lo serius?"
"Lihat saja sendiri, tuh!" Kiki menunjuk Adit yang tengah mengeluarkan sepeda motornya dari tempat parkir. Dina, perempuan yang berdiri di belakang Adit adalah teman sekelas Adit. Belum jelas seperti apa dan sedekat apa hubungan mereka berdua sekarang. "Sorry Nia, gue nggak bermaksud nyuruh lo liat itu, tapi.."
"It's okay, Ki. Gue duluan ya." Sunny berbalik lalu berjalan meninggalkan dua sahabatnya yang kini dirundung rasa bersalah.
Sunny berjalan menyusuri jalan kecil yang sisi kirinya ramai dengan pedagang kaki lima. Sampailah ia di zona penyebrangan menuju halte bus. Ia masih terdiam menanti warna lampu lalu lintas bagi penyebrang jalan berubah menjadi hijau. Bibir tipis Sunny bergerak-gerak. Entah apa yang sedang ia gumamkan. Tanpa sengaja ketika ia menolehkan kepalanya ke kanan, sosok yang sangat ia kenal melewatinya dengan seorang gadis lain di kursi belakang sepeda motor berwarna hitam itu. Waktu seperti terhenti atau memang ini yang sedang terjadi? Sunny tak bisa membedakan mana yang bayangan dan mana yang nyata. Seperti barusan. Itu memang Adit yang barusan melewatinya atau hanya bayangan Adit yang selalu mengikutinya? Deg Sunny membulatkan matanya seketika sadar itu bukanlah bayangan Adit, itu benar mereka berdua. Ia membatalkan niatnya untuk pulang dengan naik bus, ia memilih jalan lain. Jalan lain yang lebih jauh dan menyimpan banyak kenangan.
♥
Sunny membuka matanya. Ia mengedarkan pandangannya ke ruangan berdinding cat biru yang warnanya sudah memudar. Ah.. Aku sudah dirumah. Ia keluar dari kamarnya menuju dapur. Ia mengambil secangkir gelas lalu menuangkan air putih ke dalamnya. Ia meneguknya sampai habis hanya dalam hitungan detik. Sunny meletakkan gelas di atas meja lalu tubuhnya terjatuh ke lantai. Dingin, batinnya. Bulir-bulir air matanya kembali menetes, membuat seluruh pipi yang terasa dingin menjadi basah. Menjadi semakin dingin, pikirnya. "Aku benci mengatakannya", gumam Sunny. Ia rengkuh kedua kakinya lalu ia peluk erat keduanya. Ia benamkan kepalanya. Isak tangis memenuhi ruangan gelap dan dingin itu. Aku cemburu.
♥
Bel tanda jam sekolah sudah berakhir baru saja berbunyi. Seperti biasa, Sunny keluar dari ruang kelasnya dengan tanpa semangat. drrt drrtt
from : A
Aku menunggumu di jembatan, datanglah.
Cepat.
♥
"Kenapa diam saja? Bukannya kau yang menyuruhku kemari? Ada keperluan apa?"
Sesampainya Sunny di sana, memang benar Adit sedang menunggunya. Tetapi sampai sekarang, sampai mereka berdua akhirnya duduk bersebelahan di tengah jembatan, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Adit. Sunny pun menyerah, ia bangkit lalu berniat pergi dari tempat itu, segera.
"Apa kabar, Sunny?" Deg
"Kenapa buru-buru? Ayo lihat warna senja hari ini. Apa akan sebagus senja waktu itu?" Sunny meremas tangannya kuat. Ia melirik Adit yang masih menikmati suasana danau menjelang matahari terbenam. "duduklah Sunny." katanya angkuh, ia bahkan tak mau melihat ke arah lawan bicaranya. Sunny pun akhirnya kembali duduk dengan perasaan kesal.
"Aku bertaruh senja hari ini tak bisa mengalahkan senja waktu itu." kata Adit, "senja kita." lanjutnya. Walau tak terlihat dengan jelas, tetapi Sunny yakin kalau ia melihat Adit sedang tersenyum sekarang.
"Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" tanya Sunny. Nadanya bicaranya terdengar memohon.
"Apa kamu nggak mau complain?" Akhirnya Adit menoleh ke arah Sunny. Sunny yang sejak tadi sudah menatap Adit langsung membuang muka ke arah danau. "Soal Dina sekalipun kamu nggak mau complain?" Sunny menggeleng.
"Apa selama ini aku pernah marah sama kamu karena kamu deket sama cewek lain?" Sunny memutuskan untuk mengatakannya setelah lama berpikir 'apa yang harus kutanyakan terlebih dahulu?"
Adit tersenyum, "Enggak sih."
"Sekalipun kamu akhirnya pacaran sama dia, aku enggak akan marah, Dit." Sunny pun tersenyum, senyum yang sangat dipaksakan, "toh kamu bukan punyaku, kan? Buat apa aku marah Dit." Kali ini Adit speechless. "Apa kamu mau tahu apa yang membuat aku marah?" Adit masih bergeming. "Kenapa kamu pake acara ngejauhin aku? Kita ini apa Dit? Bukan sahabat ya?" tanya Sunny dengan lantang, setiap katanya sengaja diucapkan Sunny dengan jelas sejelas-jelasnya.
"Adit ya?" jawab Sunny datar.
"Iyalah, siapa lagi? Mana dia?" Ghea terus saja mendesak Sunny dengan pertanyaan yang sama sejak pagi tadi. Walau enggan untuk menanggapi, Sunny tetap menjawabnya, yah walaupun dengan jawaban tak jelas dan tak pasti.
"Ghea, jangan gangguin Nia terus deh. Lo nggak tahu si Adit sekarang udah punya gebetan baru?" Lontar Kiki yang tiba-tiba saja muncul. Itu dia jawabannya. Batin Sunny.
"Hah? Lo serius?"
"Lihat saja sendiri, tuh!" Kiki menunjuk Adit yang tengah mengeluarkan sepeda motornya dari tempat parkir. Dina, perempuan yang berdiri di belakang Adit adalah teman sekelas Adit. Belum jelas seperti apa dan sedekat apa hubungan mereka berdua sekarang. "Sorry Nia, gue nggak bermaksud nyuruh lo liat itu, tapi.."
"It's okay, Ki. Gue duluan ya." Sunny berbalik lalu berjalan meninggalkan dua sahabatnya yang kini dirundung rasa bersalah.
Sunny berjalan menyusuri jalan kecil yang sisi kirinya ramai dengan pedagang kaki lima. Sampailah ia di zona penyebrangan menuju halte bus. Ia masih terdiam menanti warna lampu lalu lintas bagi penyebrang jalan berubah menjadi hijau. Bibir tipis Sunny bergerak-gerak. Entah apa yang sedang ia gumamkan. Tanpa sengaja ketika ia menolehkan kepalanya ke kanan, sosok yang sangat ia kenal melewatinya dengan seorang gadis lain di kursi belakang sepeda motor berwarna hitam itu. Waktu seperti terhenti atau memang ini yang sedang terjadi? Sunny tak bisa membedakan mana yang bayangan dan mana yang nyata. Seperti barusan. Itu memang Adit yang barusan melewatinya atau hanya bayangan Adit yang selalu mengikutinya? Deg Sunny membulatkan matanya seketika sadar itu bukanlah bayangan Adit, itu benar mereka berdua. Ia membatalkan niatnya untuk pulang dengan naik bus, ia memilih jalan lain. Jalan lain yang lebih jauh dan menyimpan banyak kenangan.
♥
Sunny membuka matanya. Ia mengedarkan pandangannya ke ruangan berdinding cat biru yang warnanya sudah memudar. Ah.. Aku sudah dirumah. Ia keluar dari kamarnya menuju dapur. Ia mengambil secangkir gelas lalu menuangkan air putih ke dalamnya. Ia meneguknya sampai habis hanya dalam hitungan detik. Sunny meletakkan gelas di atas meja lalu tubuhnya terjatuh ke lantai. Dingin, batinnya. Bulir-bulir air matanya kembali menetes, membuat seluruh pipi yang terasa dingin menjadi basah. Menjadi semakin dingin, pikirnya. "Aku benci mengatakannya", gumam Sunny. Ia rengkuh kedua kakinya lalu ia peluk erat keduanya. Ia benamkan kepalanya. Isak tangis memenuhi ruangan gelap dan dingin itu. Aku cemburu.
♥
Bel tanda jam sekolah sudah berakhir baru saja berbunyi. Seperti biasa, Sunny keluar dari ruang kelasnya dengan tanpa semangat. drrt drrtt
from : A
Aku menunggumu di jembatan, datanglah.
Cepat.
♥
"Kenapa diam saja? Bukannya kau yang menyuruhku kemari? Ada keperluan apa?"
Sesampainya Sunny di sana, memang benar Adit sedang menunggunya. Tetapi sampai sekarang, sampai mereka berdua akhirnya duduk bersebelahan di tengah jembatan, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Adit. Sunny pun menyerah, ia bangkit lalu berniat pergi dari tempat itu, segera.
"Apa kabar, Sunny?" Deg
"Kenapa buru-buru? Ayo lihat warna senja hari ini. Apa akan sebagus senja waktu itu?" Sunny meremas tangannya kuat. Ia melirik Adit yang masih menikmati suasana danau menjelang matahari terbenam. "duduklah Sunny." katanya angkuh, ia bahkan tak mau melihat ke arah lawan bicaranya. Sunny pun akhirnya kembali duduk dengan perasaan kesal.
"Aku bertaruh senja hari ini tak bisa mengalahkan senja waktu itu." kata Adit, "senja kita." lanjutnya. Walau tak terlihat dengan jelas, tetapi Sunny yakin kalau ia melihat Adit sedang tersenyum sekarang.
"Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" tanya Sunny. Nadanya bicaranya terdengar memohon.
"Apa kamu nggak mau complain?" Akhirnya Adit menoleh ke arah Sunny. Sunny yang sejak tadi sudah menatap Adit langsung membuang muka ke arah danau. "Soal Dina sekalipun kamu nggak mau complain?" Sunny menggeleng.
"Apa selama ini aku pernah marah sama kamu karena kamu deket sama cewek lain?" Sunny memutuskan untuk mengatakannya setelah lama berpikir 'apa yang harus kutanyakan terlebih dahulu?"
Adit tersenyum, "Enggak sih."
"Sekalipun kamu akhirnya pacaran sama dia, aku enggak akan marah, Dit." Sunny pun tersenyum, senyum yang sangat dipaksakan, "toh kamu bukan punyaku, kan? Buat apa aku marah Dit." Kali ini Adit speechless. "Apa kamu mau tahu apa yang membuat aku marah?" Adit masih bergeming. "Kenapa kamu pake acara ngejauhin aku? Kita ini apa Dit? Bukan sahabat ya?" tanya Sunny dengan lantang, setiap katanya sengaja diucapkan Sunny dengan jelas sejelas-jelasnya.
♥
2 years ago. December 21th.
"Dit, sumpah! Senjanya bagus banget! Cepetan liat keburu hilang!" Sunny menarik-narik kaos putih polos Adit. Adit yang sejak tadi sibuk dengan buku setebal novel Laskar Pelangi akhirnya mengalah dan menuruti perkataan teman gadisnya, Sunny.
"Wow!" Adit tak menyesal telah percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Sunny. Warna senja sore ini yang terbaik, batin keduanya. Paduan warna oranye, kuning, ungu dan merah. Apa kalian pernah melihatnya?
Tiba-tiba Adit menggenggam tangan kanan Sunny. "Eh?"
"Ayo berjanji kalau kita bakal masuk SMA yang sama!" kata Adit penuh semangat. Sunny hanya mengangguk, lalu tersenyum. "Jadi kita bisa sama-sama terus nanti. Nggak kaya sekarang. Coba dulu aku masuk SMP-mu, kan bisa lebih mudah."
Sunny nampak bingung, "lebih mudah apa?"
"Lebih mudah buat jagain kamu." Adit lalu mengakhiri pengakuannya dengan senyuman lebar, selebar rasa sukanya pada Sunny.
♥
"Aku.." mata Adit telah dipenuhi cairan bening yang siap terjatuh kapan saja. "Itu.."
"Mungkin kamu nggak ingat, biar aku ingetin." kata Sunny menyela, "kita berhasil masuk SMA yang sama karena janji bodohmu itu. Aku berusaha keras waktu ujian nasional SMP, biar aku bisa masuk ke SMA favorit idamanmu itu. Kita setiap hari pulang bareng, ke kantin bareng, ya walaupun kita nggak pernah sekalipun beruntung buat ditempatin di kelas yang sama, tapi kita sering banget ngerjain tugas bareng. Perasaan aku semakin hari semakin besar ke kamu Dit, nggak tahu sama kamunya. Semenjak aku tahu kalo kamu perlakuin semua temen cewekmu dengan baik, aku jadi sadar. Mungkin rasa sukamu yang seluas danau itu udah nggak ada. Dan aku benar, nyatanya kamu nggak pernah sekalipun ada niat buat punya hubungan spesial sama aku. Bahkan nggak pernah memintanya dariku. Apa aku harus memulainya dulu? aku pernah punya pikiran semacam itu."
Adit menatap Sunny semakin lekat. "Maafkan aku." Kata Adit.
2 years ago. December 21th.
"Dit, sumpah! Senjanya bagus banget! Cepetan liat keburu hilang!" Sunny menarik-narik kaos putih polos Adit. Adit yang sejak tadi sibuk dengan buku setebal novel Laskar Pelangi akhirnya mengalah dan menuruti perkataan teman gadisnya, Sunny.
"Wow!" Adit tak menyesal telah percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Sunny. Warna senja sore ini yang terbaik, batin keduanya. Paduan warna oranye, kuning, ungu dan merah. Apa kalian pernah melihatnya?
Tiba-tiba Adit menggenggam tangan kanan Sunny. "Eh?"
"Ayo berjanji kalau kita bakal masuk SMA yang sama!" kata Adit penuh semangat. Sunny hanya mengangguk, lalu tersenyum. "Jadi kita bisa sama-sama terus nanti. Nggak kaya sekarang. Coba dulu aku masuk SMP-mu, kan bisa lebih mudah."
Sunny nampak bingung, "lebih mudah apa?"
"Lebih mudah buat jagain kamu." Adit lalu mengakhiri pengakuannya dengan senyuman lebar, selebar rasa sukanya pada Sunny.
♥
"Aku.." mata Adit telah dipenuhi cairan bening yang siap terjatuh kapan saja. "Itu.."
"Mungkin kamu nggak ingat, biar aku ingetin." kata Sunny menyela, "kita berhasil masuk SMA yang sama karena janji bodohmu itu. Aku berusaha keras waktu ujian nasional SMP, biar aku bisa masuk ke SMA favorit idamanmu itu. Kita setiap hari pulang bareng, ke kantin bareng, ya walaupun kita nggak pernah sekalipun beruntung buat ditempatin di kelas yang sama, tapi kita sering banget ngerjain tugas bareng. Perasaan aku semakin hari semakin besar ke kamu Dit, nggak tahu sama kamunya. Semenjak aku tahu kalo kamu perlakuin semua temen cewekmu dengan baik, aku jadi sadar. Mungkin rasa sukamu yang seluas danau itu udah nggak ada. Dan aku benar, nyatanya kamu nggak pernah sekalipun ada niat buat punya hubungan spesial sama aku. Bahkan nggak pernah memintanya dariku. Apa aku harus memulainya dulu? aku pernah punya pikiran semacam itu."
Adit menatap Sunny semakin lekat. "Maafkan aku." Kata Adit.
"Kamu jadi berubah begitu pasti
ada alasannya, kan? Makanya, aku nggak bisa berbuat apa-apa selain menunggu
kamu mau jelasin alasannya ke aku. Aku memang membiarkan kamu mengabaikan aku dengan
alasanmu yang sampai sekarang nggak aku ketahui, dan hal itu membuat aku
terluka. Sedalam apapun lukaku, aku tetap nggak bisa berbuat apa-apa, Dit."
Jelas Sunny. Adit terdiam. Selang beberapa menit, Adit mulai angkat bicara,
"Everything happens for a reason, Sun. Aku sayang banget sama kamu,
kamu harusnya sudah tahu itu. Aku ngelakuin ini semua bukan tanpa alasan. Ibu
bilang, begitu aku masuk kelas tiga, kita bakal pindah rumah. Waktu itu kita
lagi mid-test. Dan itu yang ngebuat kamu marah-marah ke aku karena nilai
UTS ku jelek. Selama itu, aku memikirkan banyak hal, kamu ada diantaranya.
Semakin aku memikirkan 'bagaimana dengan kamu?' aku semakin terpuruk. Sampai
suatu saat, aku memikirkan sebuah pertanyaan lain yang membuatku semakin
terpuruk, 'bagaimana aku hidup tanpa kamu?'. Bukan lagi pertanyaan mengenai
kamu, tetapi mengenai bagaimana dengan diriku sendiri."
Adit menarik nafas panjang, menghembuskannya,
lalu berkata, "Aku mencoba untuk meminimalkan rasa sakit waktu kita pisah
nanti. Dan yang ada dalam otakku hanyalah menjauh dari kamu. Mungkin dengan itu
nantinya kita nggak akan terlalu sakit waktu pisahan, tapi ternyata aku malah
bikin kamu terluka lebih dulu. Maaf Sun, aku nggak tahu dan nggak mengira kalau
yang aku lakuin lebih menyakitkan buatmu daripada sebuah perpisahan." Air
mata Adit akhirnya terjatuh. Air mata pertamanya yang Sunny lihat. Adit
buru-buru mengusapnya, terlihat semburat merah di pipinya.
"Aku sudah tahu Dit," Sunny tersenyum, "soal itu, aku udah lama tahu."
"Aku sudah tahu Dit," Sunny tersenyum, "soal itu, aku udah lama tahu."
"Kamu tahu?" Sunny mengangguk.
"Nggak sengaja denger pembicaraan kamu sama ibumu waktu aku main kerumahmu buat ngambil tugas sejarah. Maaf." ungkap Sunny, "tapi apa kamu tahu? setelah tahu semua itu, aku semakin yakin kalau aku mau menghabiskan waktu yang tersisa sama kamu." untuk kedua kalinya, Adit speechless.
"Tapi kamu malah jadi berbeda akhir-akhir ini, bahkan nggak mau ngajak aku pulang bareng lagi. Aku bingung, juga sedih." Sunny lalu meraih tangan Adit, "jadi, apa kamu mau kembali seperti dulu lagi?" pinta Sunny.
"Well, since it's our ending, i will." jawab Adit, itu menjadi akhir dari kesedihan Sunny selama ini. Dit, this is our happy ending, lets make it last forever♥
"Nggak sengaja denger pembicaraan kamu sama ibumu waktu aku main kerumahmu buat ngambil tugas sejarah. Maaf." ungkap Sunny, "tapi apa kamu tahu? setelah tahu semua itu, aku semakin yakin kalau aku mau menghabiskan waktu yang tersisa sama kamu." untuk kedua kalinya, Adit speechless.
"Tapi kamu malah jadi berbeda akhir-akhir ini, bahkan nggak mau ngajak aku pulang bareng lagi. Aku bingung, juga sedih." Sunny lalu meraih tangan Adit, "jadi, apa kamu mau kembali seperti dulu lagi?" pinta Sunny.
"Well, since it's our ending, i will." jawab Adit, itu menjadi akhir dari kesedihan Sunny selama ini. Dit, this is our happy ending, lets make it last forever♥
=End♥
April 15th 2013
Bagaimana? :) do you like it?
Kalau mau komen bisa ke fb berhubung acc twitter udah saya deact semua wkwk >> just.nitta@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
think before comment (: